Kamis, 23 Desember 2010


       HUBUNGAN PATRONKLIEN PADA ZAMAN LIBERALISME DI HINDIA BELANDA
       Hubungan  Patronklien atau patronase adalah Hubungan kerjasama atau timbal balik antara satu dengan yang lainnya, dimana hubungan tersebut bisa menghasilkan keuntungan keduaberlah pihak, sama-sama merugikan, atau pihak satu mengalami keutungan dan pihak lain mengalami kerugian.
            Pada Zaman Hindia Belanda, banyak sekali timbul hubungan partonklien, namun penulis mengambil contoh hubungan partonklien pada masa Libralisme. Libralisme terjadi pada tahun 1870-1900, setelah kemenangan yang diperoleh kaum Liberal di negeri Belanda pada tahun 1850, Golongan ini mempunyai suara kuat dalam mengatur jalnnnya pemerintahan. Mereka ingin menerapkan azas-azas Liberalisme di tanah jajahan, mereka berpendapat bahwa pemerintah tidak bol.eh ikut campur dalam urusan ekonomi, urusan ekonomi seharusnya diserahkan kepada pihak swasta saja, agar kaum swasta dapat leluasa menjalankan usahanya maka pemerintah harus member kebebasan sepenuhnya terhadap kaum swasta dan modal swasta Belanda untuk mengembangkan kegiatan ekonominya di berbagai bidang kegiatan ekonomi.
              Sebagian besar pendukung kaum liberal adalah para pengusaha swasta Belanda dan pada masa sebelumnya tidak dapat ikut ambil bagian di tanah jajahan, karena kaum konservatif lebih banyak memegang kekuasaan politik. Akhirnya setelah kaum Liberal memperoleh kesempatan mereka memanfaatkannya.
            Oleh karena itu setelah sistem tanam paksa dihapuskan mereka menginginkan agar diganti denagn usaha swasta, untuk itu perlu adanya kebebasan bekerja bagi kaum pengusaha dan disediakan tanah untuk usahanya. Tujuan pokok mereka bukanlah untuk menjadikan tanah jajahan lebih baik tetapi untuk menjadikan tanah jajahan pusat keutungan bagi mereka.
            Pemerintah colonial pun member kesempatan bagi para pengusaha swasta untuk menanamkan modal di tanah jajahan, terutama di  daerah perkebunan di Jawa dan Sumatera Timur. Selama tahun 1870-1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta barat sehingga Zaman itu sering disebut sebagai Zaman Liberalisme.Selama masa itu, para pengusaha swasta Belanda dan orang-orang Eropa membuka perkebunan kopi, the, gula, dan kina di jawa dan Sumatra Timur.
            Adanya Undang-undang Agraria pada tahun 1870 dan itu mendukung dibukanya perkebunan-perkebunan besar itu karena undang-undang Agraria bertujuan untuk melindungi petani-petani agar terjaga haknya di tanah jajahan yang tanah miliknya dikuasai oleh orang-orang asing, dan yang kedua adalah member peluang pada para pengusaha asing  untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia.
            Pemerintah memang hanya memberi kebebasan tanah rakyat dalam kegiatan usahanya,  tetapi pemerintah melarang pembelian tanah penduduk karena khawatir akan terlalu banyak tanah yang jatuh ke tangan asing, oleh karena itu pemerintah membuat peraturan yang satu pihak menjamin kepentingn kaum asing dan satu pihak melindungi kaum-kaum pribumi.
            Pemerintah juga menetapkan jenis tanah yang boleh disewa oleh pihak asing dalam undang-undang agrarian, di dalam undang-undang agrarian dibedakan adanya 2 golongan tanah yaitu pertama, tanah milik Negara yaitu tanah yang tidak secara langsung menjadi hak milk penduduk pribumi, misalnya hutan-hutan dan semua tanah yang berada diluar desa dan penduduknya. Sudah tentu tanah tersebut adalah milik pribumi, tetapi oleh pemerintah Hindia ditetapkan milik pemerintah. Tanah tewrsebut disewa selama 75 tahun. Golongan tanah kedua adalah tanah-tanah milik pribumi tanah itu contohnya, sawah, lading, yang dimiliki langsung oleh penduduk desa. Dan untuk menetapkan kepemilikan tanah itu secara jelas, pemerintah telah member kepastian hokum yang jelas, maka diadakan pengukuran dan pebetapan kelompok tanah oleh pemerintah. Kemudian penduduk menerima surat bukti atas hak milik tanahnya dan tanah ini boleh disewa oleh swasta asing selama 5 tahun dan dilakukan dengan kontrak dan diketahui pemerintah.
            Adapula tanah milik pribumi yang dapat disewa selama 30 tahun, dengan adanya penetapan hak milik secara jelas, maka pajak tanahpun dapat dilakukan secara pasti.
            Dari kasus tersebut dapat terlihat bahwa dadnya hubungan partonase antara pemilik tanah dengan pemilik modal yang akan menyewa tanah, pemilik tanah mendapatkan uang karena tanah miliknya telah disewa dan para pengusaha asing pun bebas menggunakan tanah karena telah membayar uang sewa terhadap pemilik tanah, semia itu bverdasarkan kesepakatan dan perjanjian yang diatur oleh kedua belah pihak.
            Pada akhir abad ke 19  kemajuan industri dan perdagangan Belanda telah terbangun dan mendorong kaum liberal untuk menanamkan modalnya di Indonesia, selain itu perhubungan antara Belanda dan Indonesia semakin dipermudah dengan adanya terusan Suez pada tahun 1869. Harapan kaum Liberal tercapai perkebunan-perkebunan gula, kopi, tembakau dan lainnya meningkat secara pesat, hal itu didukung dengan danya kemajuan industry yang di impor dari luar negeri sehingga lebih men ingkatkan produksi.         
            Untuk melancarkan produksi, pemerintah Hindia Belanda membangun waduk-waduk, dan saluran-saluran irigasi. Irigasi dibangun untuk kelancaran perkebunan gula dan lainnya., tetapi penduduk sekitar dapat memperoleh manfaatnya dengan dasar giliran, karena itu tidak mengherankan jika di daerah perkebunan gula banyak terdapat irigasi yang telah dibangun sejak zaman ini.
            Selain dibangun irigasi, dibangun juga jalan-jalan raya, jembatan-jembatan kereta api, pembangunan ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran penagngkutan hasil-hasil perkebunan., namun pembangunan jalan kereta api, jembatan-jembatan, jalan raya itu mengerahkan tenaga rakyat secara paksa, rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi, selama masa abad ke-19.
            Akibat adanya politik liberal, member keuntungan bagi Belanda karena perkebunan-perkebunan yang didirikan berkembang pesat dan keuntungan besar diraih oleh pihak swasta. Kekayaan bumi hasil iIndonesia mengalir pesat, negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil tanah jajahan. Tetapi di lain pihak justru membawa kemunduran tingkat kesejahtraan hidup, pertumbuhan penduduk jawa lebih cepat meningkat dibandingkan jumlah makanan.
            Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 menyebabkan akibat buruk bagi para p;enduduk, uang sewa tanah, upah bekerja di pabrik dan perkebunan meniru, hasil-hasil usaha kerajinan menurun akibat banyaknya barang-barang luar yang diimport. Pengangkutan gerobak merosot setelah adanya kereta api.
            Menurut Suatu penyelidikan, pada masa itu walau penduduk mendapatkan penghasilan dari hasil sewa tanah, tetapi mereka tetap dirugikan karena adanya beban pajak terhadap pemerintah. Dengan demikian penduduk tanah jajahan hidup dalam kemiskinan, dan kemakmuran penduduk disebabkan beberapa faktor yaitu, adanya pertambahan penduduk yang meningkat pada abad ke-19, sementara jumlah produksi pertanian menurun, kedua adanya sistem tanam paksa dan kerja rodi sehingga timbul penyelewengan dan penyalahgunaan penduduk, ketiga dalam mengurusi daerah luar jawa, pemerintah mengerahkan beban keuangan ke daerah Jawa, keempat adanya sistem pajak yang memberatkan penduduk, kelima danya krisis perkebunan tahun 1885, sehingga mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengadakan penghematan dengan jalan menekan uang sewa dan uang upah kerja dan itu teramat merugikan.
            Pemerintah juga mengeluarkan peraturan untuk tenaga kerja untuk menagani perusahaan swasta di luar Jawa, antara lain, pekerja-pekerja dari jawa diatur secara kontrak, dan disebut kuli kontrak. Pemerintah menjamin bahwa setiap majikan berhak untuk menghukum para pekerjanya yang melarikan diri sebelum kontrak selesai, praktek-praktek ini telah membawa dampak yang buruk bagi bangsa pribumi.
            Secara umum Zaman Liberalisme telah membawa perubahan, masyarakat pedesaan telah mulai mengenal uang dalam kehidupan sehari-harinya. Selain itu mulai muncul sistem kerja upahan, dengan begitu banyak orang lebih menggantungkan kehidupannya terhadap upah tersebut. Orang-orang di pedesaan lebih memilih perkebunan dan pabrik sehingga sector pertanian ditinggalkan.
            Praktek kolonial tersebut telah banyak membawa kesengsaran bagi rakyat, tidak ada bedanya dengan masa-masa sebelumnya, seperti masa Daendels, Raffles, Komisaris Jendral semua mengatasnamakan perubahan dan perbaikan namun tetap saja semua akhirnya berpangkal pada keuntungan semata. Keuntungan tersebut hanya didapat untuk kaum Belanda, pihak jajahan yang telah berkorban demi kesejahtraan Belanda tidak diperbaoki kehidupannya malah membuat lebih hancur dari sebelumnya.
            Usaha-usaha untuk lebih memperhatikan nasib tabah jajahan baru terpikir oleh Belanda pada peralihan abad 19 menuju abad 20, setelah minculnya buku Max Havelaar dan perubahan tersebut dikenal dengan sebiutan politik etis yang menganut 3 prinsip yaitu, Irigasi, edukasi, emigrasi, segala itu harus dilaksanakan karena Belanda telah bnyak berhutang terhadap Nusantara.
            Patronase dalam zaman liberalism tidak hanya terlihat pada penyewa tanah dan pemilik tanah tetapi jika diperhatikan disini, dapat dilihat adanya hubungan patronase antara rakyat dan pemerintah, dimana  rakyat harus mengikuti peraturan yang dibuat pemerintah, antara pemerintah kolonial dan pihak swasta yang sama-sama mendapatkan keuntungan dari rakyat pribumi yang dirugikan, antara pekerja dan majikan, antara buruh dan majikan dimana majikan sangat berkuasa sekali disini dan merugikan pekerja.

meroketnya persepakbolaan Indonesia

Akhir tahun ini merupakan milik sepak bola tanah air, bagaimana tidak, semua mata tertuju pada tim Garuda, kemenangan berturut-turut yang di raih tiom merah putih merupakan hal yg langka dan ditunggu-tunggu bagi seluruh rakyat indonesia. Yah itulah yang terjadi piala AFF menyihir seluruh rakyat Indonesia untuk turut larut ke dalamnya.
Ajang 2 tahun ini mampu mengantarkan Indonesia ke babak Final untuk berhadapan dengan sang Rival Malaisya yang belakangan ini memiliki hubungan kurang harmonis dengan Indonesia. Pemain naturalisasi jg memiliki andil besar dalam kemenangan timnas Indonesia seprti Cristian Gonzales, Irvan Bachdim, tiap pertandingan ,mereka memberi kontribusi yang besar.
Ada yg menarik dari adanya ajang ini yaitu bersatunya seluruh rakyat indonesia yg berbondong-bondong untuk mendukung dan menyaksikan timnas berlaga di lapangan hijau. namunyg menarik adalah para suporter dari masing-masing klub di Indonesia yang bersatu padahal biasanya jika liga Indonesia digulirkan, jika tim kesayangan mereka kalah bnyk kerusuhan terjadi dan tawuran, namun dengan adanya piala AFF ini smwa berubah semoga perubahan ini berlanjut seterusnya karena kebersamaan itu Indah.

Sabtu, 11 Desember 2010

tari jaipong sebagai hasil kebdayaan Sunda


                                                                         Nama : Raden Ningtias.Zulkarnaen
                                                                        180310080016
                                                                        Ilmu Sejarah

                                    Tari Jaipong sebagai hasil Kebudayaan Sunda

             Ada beberapa pengertian kebudayaan, seperti yang diunglapkan EB Taylor 1832-1917 Kebudayaan adalah keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat, sedangkan menurut  Koentjaraningrat, 1923-1999 Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya.
            Kebudayaan memiliki 7 unsur yaitu, Bahasa, Sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian. Indonesia merupakan Negara yang luas terdiri dari berbagaidaerah, dari Sabang sampai Merauke dan dari tiap-tiap daerah itu memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, kebudayaan tersebut merupakan ciri tiap suku bamgsa tersebut.  Salah satu nya yaitu suku Sunda di Plau Jawa, suku Sunda merupakan salah satu suku besar di Indonesia. Berbagai kebudayaan yang dimiliki Suku Sunda pun bermacam-macam mulai dari kesenian, pakaian, tata cara pernikahan,makanan dan masih banyak lagi.
            Contoh kesenian yang dimiliki budaya Sunda adalah tari-tarian, alat music, pertunjukan-pertunjukan, dan masih banyak lagi. Pakaian yang identik dengan suku sunda adalah Kebaya, tatacara pernikahan dalam suku Sunda yaitu dengan adanya tradisi Nyawer dan masih banyak lagi berbagai jenis kebudayaan yang dimiliki oleh suku Sunda.
            Salah satu contoh kesenian yang terkenal dan dimiliki oleh budaya Sunda adalah Tari Jaipong. Tari Jaipong merupakan salah satu tari, perwujudan esensi, karakter, jiwa, gerak music dan lagu seni tradisional Sunda, Bentuk kesenian ini sebelumnya bersumber dari tari ketuk tilu (topeng, lengser, banjet), pencak silat, dan tari tayub. Pada awal keberadaanya tahun 1971 Gugm Gumira, sang pencipta, menamakan tari ini tari ketuk tilu namun seiring perkembangannya pada tahun 1978 tari ini dikenal dengan nama tari Jaipongan sehingga terjadi perubahan identitas.
            Istilah Jaipong ini digunakan karena sengak (aklamasi para penabuh gamelan) ja-i-pong,  sangat dominan. Cirimkhas tarian ini diantaranya geraknya dinamis, spontan, penuh impropisasi yang mudah dicerna lapisan masyarakat. Musik penggiring yang digunakan yaitu gamelan lengkap dan alat music lainnya yang dibuthkan sesuai dengan komposisi music dan koreografinya. Gamelan pengiring biasanya terdiri atas kendang, rebab, bonang (sepuluh pencu),  bonang ricik (sepuluh pencuk bernada tinggi), saron I, saron II, peking, demung, kecrek, goong, bonang barung, ditambah seorang juru kawih dan seorang juru kalok.
Ciri khas dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.
Jaipong yang tadinya bertahan dan tumbuh sebagai cirri khas hasil budaya Sunda kini mulai jarang ditemui karena biasanya orang-orang dalam acara pernikahan menampilkan Tari Jaipong namun di masa sekarang justru orang-orang lebih suka dan sering menampilkan pertunjukan dangdut dan goyang dangdut, bukan lagi tari tradisional, begitupun anak muda sekarang rasanya jarang sekali anak muda yang menyukai tari tradisional seperti Tari Jaipong. Anak-anak muda sekatang lebih menggandrungi tari modern (modern dance) seperti cheerleader yang diringi lagu-lagu barat atau lagu-lagu disko, hal itu berkembang akibat adanya globalisasi yang masuk ke Indonesia sehingga membuat rakyat Indonesia perlahan-lahan melupakan identitas asli mereka yaitu kebudayaan asli Indonesia.           
            Lama-kelamaan tidak menutup kemungkinan jika Tari Jaipong tidak terperhatikan bisa saja tari ini diambil dan diakui Negara lain seperti budaya-budaya lain yang sudah-sudah, sehingga bisa membuat Identitas Jaipong yang tadinya milik bamgsa Indonesia berubah menjadi milik Negara lain. Ketika hal itu sudah terjadi baru rakyat dan pemerintah rebut berbondong-bondong mengakui Jaipong sebagai identitas bangsa Indonesia.
            Namun ditengah derasnya globalisasi, masih ada segelintir orang yang mau mempertahankan budaya asli Indonesia sebagai Identitas, contohnya Indra Lukman yang memiliki Studio tari Indra, Dewasa ini menumbhkan tari Sunda tidaklah gampang apalagi untuk mengharumkannya di luar negeri, namun studio tari Indra berhasil membawa tari Sunda sebagai bdaya Indonesia ke tingkat luar negeri. Studio yang dipimpinnya berhasil keluar sebagai juara pertama dalam acara Sisli international Cultre and Art festival ke-9 di Turki, 24-30 Jni 2008, selain itu berbagai perlombaan tingkat luar negeri telah diikuti. Hal itu menunjukan citra tari Sunda di mata dunia bernilai tinggi. Kita dapat melihat begitu banyak tempat latihan Jaipongan untuk anak kecil hingga orang dewasa misalnya di GSM JL.Merdeka Bandung,sanggar tari Indra,Sanggar Tari Jugala,dan lainnya.
Tari Jaipong diminati juga oleh orang asing,bahkan pemain asing PERSIB yang berasal dari Maroko,Reduane Barkoui setiap kali membobol gawang lawan,ia selalu menari Jaipongan,kita lihat warga Negara asing saja cinta terhadap budaya kita,bagaimana dengan kita?,Jawabannnya hanya ada pada diri kita sendiri?. Mampukah kita mempertahankan identitas yang dimiliki oleh kita, karena budaya merupakan identitas suatu bangsa.
Tugas ini dimuat juga dalam
http //www.ningtiaszulkarnaen.blogspot.com
                                   






                                    DAFTAR PUSTAKA

                  1989. Enisklopedi Nasional Indonesia jilid 7 PT Cipta Adi Pustaka : Jakarta
Edi S,Ekadjatti.1993.Kebudayaan Sunda.Pustaka  Jaya : Bandung
Kompas 29 Mei 2003
Pikiran Rakyat,24 Agustus 2008
Pikiran Rakyat,November 2008